Penuh Drama dan Cerita! Catatan Dewan Juri Lomba Kebersihan Menilai dengan Hati Hingga Menemukan Sudut Inspirasi

 

Selasa pagi yang cerah, halaman sekolah itu tampak lebih bersinar dari biasanya. Bukan hanya karena matahari yang menyapa dengan hangat, tetapi karena rutinitas shalat dhuha yang dilakukan para siswa sehingga mempersiapkan tempat lebih enak adalah suatu keharusan. Hari ini, para dewan juri siap menjalankan tugasnya. Namun, bagi mereka, penilaian kebersihan bukan hanya soal fisik ruang kelas. Ada cerita dan perjuangan di balik setiap sudut yang mereka temui.

Dari meja kerja masing-masing, empat orang dewan juri duduk bersiap. Mereka datang dari latar belakang yang berbeda. Pak Nova, seorang guru jurusan desain komunikasi visual yang juga intens mengingatkan terkait kebersihan. Bu Sunari, seorang guru yang terkenal tegas soal kebersihan di lingkungan tempat tinggalnya. Ada juga Ibu Rus, guru senior yang selalu mengajarkan pentingnya menjaga lingkungan kepada para muridnya. Lalu, ada Bu Nur, seorang guru yang juga ahli pada bidang kemasan dan mempercantik suatu benda yang percaya bahwa lingkungan bersih bisa membuat kreatifitas tumbuh.


Ketika lomba dimulai, langkah kaki mereka menyusuri tangga demi tangga, kelas demi kelas. Di setiap tempat, mereka tidak hanya melihat dengan mata, tetapi juga mendengar cerita-cerita yang tersembunyi di baliknya.

"Kelas ini tidak hanya padat, tapi juga penuh kreatifitas," ujar Bu Sunari ketika melihat salah satu kelas yang dipenuhi tempelan dinding di sudut kelas. Di sana, anak-anak sempat kaget ketika ada inspeksi langsung dari dewan juri sewaktu jam istirahat tiba, ada yang terlihat sibuk merapikan karya yang ada, ada juga yang secara sadar membetulkan posisi meja atau bahkan membuang sampah.

"Kami membuat ini bersama-sama Bu, sewaktu ada perlombaan sebelumnya, kami ingin memanfaatkan bekas pakaian lomba ini untuk hiasan kami atau menggunakan agar manfaat," ujar seorang anak dengan bangga sambil merapihkan meja kelasnya.

Bu Sunari pun tersenyum. "Kebersihan bukan hanya soal kreatifitas kelas yang melimpah tapi tau bagaimana mengolah karya yang indah dan tidak adanya sampah," gumamnya.

Di ruangan kelas, Ibu Sunari mencatat rapi semua penilaian. "Ini bukan hanya soal bersih atau tidak. Setiap ruang punya ceritanya sendiri," ujarnya.

Di salah satu kelas, para siswa memperlihatkan tempat hasil karya daur ulang yang mereka buat sendiri dari bahan-bahan bekas untuk kemudian dipajang. "Ini inovasi luar biasa! Mereka tidak hanya menjaga kebersihan, tetapi juga memikirkan kebermanfaatan agar kelas juga terlihat rapih," puji Bu Sunari.


Namun, penilaian tak selamanya mudah. Di sebuah sudut kelas, para juri menemukan beberapa sampah plastik yang berserakan dan menumpuk, bahkan terdapat jaring laba-laba dan debu yang sudah menggumpal lama di sudut-sudut kelas. Pak Nova, satu-satunya juri laki-laki mendekati salah satu siswa yang kebetulan sedang berada di dekat situ. "Kenapa sampah ini tidak dibuang pada tempatnya?" tanyanya dengan lembut.


Sang siswa, dengan sedikit malu, menjelaskan bahwa beberapa siswa masih suka membuang sampah sembarangan meski sudah sering diingatkan. "Kami masih berusaha, Pak. Kadang-kadang sulit untuk membuat semua teman peduli, bahkan dari siswa kelas lain ada yang memindahkan sampahnya di tempat sampah kelas kami jadi sudut kelas kami kelihatan menumpuk sampah" ujarnya.


Senada dengan Pak Nova, Bu Nur yang kebetulan membersamai Pak Nova juga mengangguk mengerti. "Ini memang tantangan kita bersama. Tapi yang penting adalah kita tidak menyerah untuk terus berusaha," katanya, sambil mengajak siswa itu membuang sampah ke tempatnya.

Saat hari mulai siang, para juri berkumpul kembali untuk mendiskusikan hasil penilaian di sesi pertama mereka. Tentu, nilai berdasarkan kerapihan, kebersihan, dan inovasi menjadi pertimbangan utama. Namun, lebih dari itu, ada sesuatu yang lebih penting yang mereka temukan sepanjang hari yakni semangat untuk berubah meskipun banyak tantangan yang ditemui sewaktu penilaian.


"Ini adalah lomba kebersihan perdana bagi anak-anak di jenjang smk," ujar Pak Bayu selaku penanggung jawab dewan juri dalam memulai diskusi. "Setiap tempat yang Bapak Ibu kunjungi, setiap sudut yang kita nilai, penuh dengan cerita dan perjuangan.

Ada yang bekerja keras tanpa pamrih, ada yang baru bekerja, bahkan ada yang berinovasi untuk membuat kelas ini lebih berbeda, dan ada yang berjuang untuk mengubah kebiasaan buruk. Semua itu harus kita apresiasi, dan berfikir besok bisa lebih lagi."
Bu Rus setuju. "Saya terharu melihat betapa anak-anak ini begitu peduli, dan saya sangat memaklumi. Mereka mungkin masih belajar, tetapi usaha mereka sangat nyata," tambahnya.


Akhirnya, setelah diskusi, dan mengevaluasi beberapa hal para juri pun sepakat. Dimana salah satunya adalah untuk menunjukkan komitmen agar para siswa bisa diajak menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan sekolah secara berkelanjutan. "Kebersihan bukan soal menang hari ini, tapi soal bagaimana kita terus menjaga esok hari," ujar Pak Bayu sambil menutup rapat evaluasi.

Hari pertama lomba kebersihan antar kelas di Skapsada mungkin sudah terlewati, bagi para juri, di hari pertama ini tentu saja banyak cerita yang mungkin memprihatinkan namun kebahagiaan terbesar bukanlah pada kenapa tempat ini kotor dan kenapa kami harus menilai, tetapi pada setiap langkah kecil yang mereka lihat sepanjang hari. Langkah-langkah yang, meskipun terlihat sederhana, mampu membawa perubahan besar untuk masa depan yang lebih bersih dan lestari.
Dan itulah teladan sejati yang akan membekas di hati untuk kebersihan sesungguhnya.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url